Di daerah Banyumas, orang tua suka memperingatkan anaknya saat hari menjelang malam, "Sende kala aja neng jaba, mbokan di gawa kelong" (Hari menjelang malam jangan main-main di luar rumah, nanti dibawa Kelong Wewe). Ternyata yang dimaksud disini adalah Kelong Wewe yang didaerah Semarang, Jawa Tengah dinamakan, Wewe Gombel.
Menurut versi daerah Semarang, Jawa Tengah yang dipercaya sebagai daerah Wewe Gombel itu berasal yaitu gunung Gombel adalah berawal dari seorang perempuan yang malang karena diusir oleh suaminya lantaran dalam berumah tangga tidak bisa memberikan keturunan atau anak.
Pengusiran keji yang dilakukan tidak sekedar disuruh pergi begitu saja, akan tetapi untuk memastikan istrinya tidak kembali, sisuami melakukan cara yaitu dengan membuangnya disuatu tempat yang jauh sekiranya dia tidak akan bisa kembali.
Dalam derita pembuangan, istrinya tetap berusaha untuk kembali hingga akhirnya menemukan jalan kembali.
Namun apa yang terjadi, setelah susah payah mencari jalan untuk dapat kembali, sampai dirumah ia menemukan suaminya sedang tidur bersama wanita lain.
Sakit hati, kecewa dan dendam telah menggelapkan matanya disaat itu juga. Si istri itu kalap dan langsung membunuh suaminya.
Kejadian itu sontak menjadikan kampung ramai setelah diketahui perempuan kalap itu membunuh suaminya. Perempuan itu kemudian melarikan diri ke sebuah bukit yang bernama Bukit Gombel.
Warga kampung beramai-ramai mengejarnya.Tapi pengejarannya sia-sia saja, karena sampai di bukit Gombel perempuan itu sudah tergantung tak bernyawa, rupanya perempuan itu bunuh diri demi menjaga harga dirinya.
Sejak peristiwa itu arwah perempuan itu gentayangan dan suka menampakan diri sebagai hantu wewe, masyarakat menyebutnya, Wewe Gombel.
Lebih dari itu, dikisahkan dalam mitos, Wewe Gombel dalam gentayangannya mempunyai kesenangan menculik anak-anak. Anak-anak yang diculiknya disembunyikan disebuah tempat yang tidak seorangpun tahu karena disembunyikan dialamnya yaitu alam ghoib.
Dalam persembunyiannya, anak yang diculiknya dikasih makan tahi kucing, akan tetapi dalam penglihatan sianak tersebut bukanlah tahi kucing, tapi sebuah makanan yang lezat sebagaimana makanan kesukaan anak-anak.
Anak yang diculik baru akan dilepaskan dari persembunyiannya ke alam manusia setelah orang tuanya menyesal, mencari-cari dengan penuh kekewatiran.
Pencarian ke berbagai tempat dilakukan oleh orang tuanya dibantu oleh warga berbondong-bondong. Setelah lama pencarian dilakukan dengan susah payah biasanya dengan tiba-tiba anak itu akan muncul begitu saja, di semak-semak, diatas batu, bahkan sering diatas pohon.
Saat baru diketemukan, anak biasanya gagu atau tidak dapat berbicara seperti terbungkam. Dan iapun tidak langsung dapat mengingat apa yang baru terjadi.
Ambil hikhmah didalam cerita mitos ini. Bagi para orang tua, melarang anak-anaknya bermain-main diluar rumah saat waktu tengah senjakala sepertinya tidak ada salahnya, mengingat bahwa waktu senjakala merupakan peralihan batas waktu siang kepada malam yang bertepatan dengan waktu sholat maghrib dan setelah sholat maghrib waktu biasanya digunakan untuk mengaji, sangatlah tidak tepat digunakan untuk bermain-main. Lebih baik waktu digunakan untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan berdo'a, belajar agama dan ibadah-ibadah lainnya.
0 comments:
Post a Comment