Disekitar kita ada segolongan orang yang percaya kepada makhluk ghaib yang dapat memberikan sesuatu kepada siapa saja yang mau tunduk kepadanya. Seperti membuat seseorang kebal senjata, pengasihan, pesugihan, hingga kemampuan menggandakan uang.
Kesulitan hidup membuat orang melakukan segala cara. Kegagalan dan kekecewaan yang mendera dalam hidup membuat orang mencari jalan pintas meski harus menerobos batas kenormalan.
Perbuatan yang secara logika tidak masuk akalpun dilakukan. Yaitu melakukan perjanjian dengan makhluk ghaib.
Untuk melakukan itu sudah ada caranya sendiri. Seperti apa prosesnya, sungguh sangat mencengangkan.
Seperti kisah Sabi ( bukan nama sebenarnya), 42 tahun dari Lereng Gunung Slamet. Dia memiliki satu istri dan dua anak yang sangat disayangi. Saking sayangnya kepada keluarga, ia ingin sekali dapat membahagiakannya.
Kesulitannya dalam mencari nafkah, membuat kondisi hidupnya tidak seperti yang diharapkan. Ia tidak bisa memberikan kebahagiaan yang dijanjikan kepada anak istrinya, kecuali hidup dalam kemiskinan dan pas-pasan. Mengingat itu, perasaan bersalah kerap muncul dalam jiwanya. Seandainya ada yang dapat dilakukan untuk merubah nasib, seberat apapun pasti akan dilakukannya.
Suatu sa'at ia mendapat informasi dari temannya sebuah tempat melakukan pesugihan. Ia langsung tertarik dan memutuskan untuk mendatanginya.
Dipandu seorang kunci, ia masuk kedalam gua. Diletakanlah sesaji yang sudah disiapkan sebelumnya dialas ruang gua. Disebelahnya diletakan dupa dan sebatang lilin sebagai penerangan.
Dupa yang terdiri dari kemenyan dibakar dan lilin dinyalakan. Ritualpun dimulai. Sabi duduk bersila seorang diri dihadapan sesaji dan dupa yang mengalun asap kemenyan full dengan aroma mistisnya. Hanya cahaya lilin sebagai penerangan ala kadarnya.
Sekitar pukul 0.2.00 malam, suasana jadi sepi sekali. Duduk sendiri ditengah hutan yang jauhnya mencapai 1 km-an dari rumah penduduk, tidak boleh makan, minum, apalagi merokok.
Juru kuncipun sudah buru-buru pergi meninggalkan Sabi. Kecuali duduk bersila, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan setelahnya, juru kunci hanya memerintahkan untuk melakukan itu, sehingga iapun hanya bisa pasrah duduk dengan khusuk.
Rasa lelah dan malam yang sudah larut membuat dia mengantuk, hingga akhirnya Sabi tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi.
Seekor kera besar datang menghampirinya. Dia mengatakan bahwa dia sudah tahu apa maksud kedatangannya ditempat itu. " Pulanglah, nak, hari sudah hampir siang, aku pasti akan membantumu, aku akan datang setiap hari Jum'at kliwon" kata kera tersebut sekaligus membangunkannya dari tidur.
Ia melihat jam menunjukan pukul 0.4.00 pagi. Ia mengingat dengan jelas apa yang barusan diimpikan dalam tidur yang hanya berlangsung sebentar sekitar 20 menit.
Hari yang sudah menjelang pagi itu juru kunci datang, setelah semalaman meninggalkan Sabi sendirian didalam goa dan pulang ke rumah yang 1 km jaraknya dari lokasi.
Kepadanya Sabi menceritakan akan mimpinya.
" Itu artinya kamu diterima, de," kata juru kunci. " Sekarang kamu boleh pulang, sediakan satu kamar dirumahmu dan letakan sesaji setiap Jum'at Kliwon" lanjutnya.
Sejak sa'at itu hidup Sabi berubah. Sabi merasakan segala usaha yang dilakukan menjadi mudah. Apapun bisnis yang dilakukan selalu membawa keberhasilan. Singkat cerita, Sabi menjadi orang kaya.
Sejak sa'at itulah Sabi dapat mewujudkan segala mimpinya untuk dapat membahagiakan keluarga. Istri dan anaknya hidup berbahagia. Tiada satupun yang membuat Sabi bahagia, melainkan melihat anak dan istrinya bahagia. Begitu sayangnya Sabi kepada keluarganya.
Hari demi hari, tahun demi tahun keluarga Sabi hidup sebagai orang kaya dengan harta yang berlimpah.
Hingga datang pada suatu hari, tiba-tiba anak yang kedua mendadak sakit. Begitu cepat, dia meninggal sa'at dalam perjalanan menuju rumah sakit sebelum sempat ditangani dokter.
Ia sangat sedih dengan kematian anak yang paling disayang dengan mendadak sampai tidak sempat mendapat pengobatan.
Tidak lama, satu tahun kemudian, gantian istrinya yang sehat-sehat saja tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri. Lagi-lagi diapun meninggal sebelum sempat bertemu dengan dokter yang mengobatinya.
Semua begitu cepat dan mendadak. Kematian istrinya yang berjarak waktu tidak lama dengan kematian anak bungsunya membuat Sabi benar-benar kehilangan. Kebahagiaan yang sudah diraihnya seakan telah sirna.
Sabi hanya dapat merenungi nasibnya. Lebih baik hidup dalam kemiskinan, tapi ada anak istri sehat. Apa artinya kekayaan ini? Kata hatinya brontak.
Tiba-tiba Sabi teringat kepada goa tempat dia melakukan ritual pesugihan, teringat pada kera yang berjanji akan membantu keinginannya menjadi kaya.
Sabi memasuki kamar sesaji. Diobrak abriknya semua benda-benda yang ada disana. Dengan palu, tempat sesaji itu dipukul. Semua isi kamar dihancurkan, diluluh lantakan, hingga semu jadi berantakan. Ia juga tidak akan lagi meletakan sesaji di kamar tersebut. Ia berpikir, penyebab semua yang terjadi atas dirinya adalah dia, kera siluman yang sebenarnya setan. Ia benar-benar dendam dan marah.
Adakah semua sudah terlambat? Sabi sudah kehilangan anak dan istri yang sangat disayangi. Kini tinggal tersisa satu anak pertama.
Dengan melakukan penghancuran isi kamar yang merupakan tempat pemujaan kepada makhluk ghaib itu, Sabi dan anak sulung yang tinggal semata wayang bertekad menjalani masa hidupnya dengan normal. Ia bertekat memutus perjanjian dengan makhluk ghaib yang telah merenggut impian hidupnya. Makhsud hati ingin membahagiakan keluarga, tapi yang terjadi malah kebalikannya.
Perjanjian sudah ditandatangi, ibarat kontrak yang telah disepekati, keinginan putus kontrak tidak semudah yang dibayangkan.
Rupanya, memang benar yang terjadi. Dalam mimpi, kera itu datang dan marah-marah. Ia mengancam akan mengambil semuanya milik Sabi. Kematian istri dan anaknya belum cukup untuk membayar atas bantuan yang telah ia berikan demi menjadi orang kaya-raya, hidup enak dan foya-foya.
Dengan mimpinya itu, tak urung dia kepikiran juga, dia takut kalau-kalau kera itu benar-benar melakukan apa yang diancamkannya. Ia tak mau mati konyol.
Ia tak ingin kehilangan siapapun lagi, biarlah kembali jatuh miskin.
0 comments:
Post a Comment