Jaelangkung sudah dikenal dari jaman saya nyadar sebagai manusia atau dalam bahasa Jawanya," dari jaman aku emut dadi bocah". Memang permainan yang satu itu lebih familier di anak muda bahkan para pelajar di sekolah, entah kenapa, atau mungkin karena Jaelangkung itu nama anak setan maka disukai oleh anak menusia.
Pada mulanya aku menganggap bahwa permainan Jaelangkung itu hanyalah sebuah mainan seperti mainan yang lain tidak lebih, hingga sebagai anak baru gede yang sedang gemar-gemarnya bermain sulit untuk tidak ikut terlibat, manakala permainan itu ngetren di sekolah tempat dimana aku menghabiskan separoh waktuku disetiap hari-hariku.
Beberapa hari sebelum mainan itu menyisakan kisah sedih kehilangan seorang teman yang begitu ku sayangi.
Hari itu malam minggu, dimana setiap malam itu sekolah mengadakan acara Persami ( Perkemahan Sabtu Malam Minggu). Jam 0.9.00 kegiatanpun usai. Dingin dan sepinya malam membuat sulit tidur tapi harus melakukan apa untuk membuang gelisah itu, tak lama kemudian hilanglah perasaan itu ketika satu orang punya ide bermain Jaelangkung. Dia adalah dikenal orang yang paling tahu dan paling berhasil dalam melakukan permainan itu. Karena keahliannya itu sampai mendapat julukan Pakar Jaelangkung di sekolah.
Semua syarat ritual dipersiapkan. Sederhana sekali,menurutku jika dibanding seperti yang sering ku baca diblog-blog yang menerangkan dengan detil tentang Jaelangkung, seperti kembang 7 rupa, minyak mizik, japaron dan sesaji-sesaji mahal lainnya. Disitu hanya disediakan dupa dari kemenyan, kopi manis, kopi pahit, teh manis, teh pahit dan air putih sebagai sesajinya. Selanjutnya batok kelapa, jerami dan tanah kuburan sebagi bahan untuk dijadikan boneka lengkap dengan pen terikat didadanya.
Malam itu kita berempat. Syarat peserta ritual tidak boleh genap tapi harus ganjil, oleh karena itu dicarinya satu orang lagi untuk bergabung menjadi lima orang. 4 orang memegang boneka dan Bandol (nama julukan), sipakar jaelangkung itu membaca mantra
Mantra Jaelangkung
JAELANGKUNG JAELANGSET. DI SINI ADA PESTA KECIL-KECILAN. JAELANGKUNG JAELANGSET. DATANG GA DI JEMPUT PULANG GA DIANTAR.
Cukup lama Bandol mengomel dengan mantranya, empat orang yang memegang boneka kaget ketika tiba-tiba mendapati boneka yang dipegang bergerak dengan sendirinya. Semakin lama semakin jelas pergerakannya. Bandol mengingatkan untuk jangan lari menyerah, tetaplah dalam pegangan.
Diambilnya secarik kertas diarahkan ke arah pena." Namamu siapa?" Tanya Bandol. Gerak boneka mengarahkan pena menulis sebuah nama. Nama yang tak diduga-duga yang langsung bikin merinding dan gelisah, pasalnya nama itu telah dikenalnya, tidak lain adalah nama temannya yang mati mendadak belum lama berselang waktu. Semua sudah terlanjur dilakukan, lagi-lagi Bandol wanti-wanti apapun yang terjadi untuk tidak melepaskan pegangan.
Angin malam berhembus menambah dingin suasana. Suara burung hantu terdengar jelas walau jauh. Belum banyak jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan Bandol kepada arwah yang baru saja merasuk dalam tubuh jaelangkung, tiba-tiba suara menggeram debarengi tubuh Rawin yang jatuh terkapar memecah suasana, menggaduhkan keheningan.
Boneka sudah terlempar oleh gerak reflek tak lagi diperdulikan, karena harus beralih mengurus Rawin.
Rawin kesurupan. Dalam igauannya sebagai arwah yang merasuk di tubuh Rawin mengutarakan segala maksudnya dan yang terakhir ia ingin mengajak Rawin kedunianya. Ia adalah teman dimasa hidupnya dan dia juga mengatakan maksudnya untuk membagi kebahagiaan bersamanya di alam sana.
Cukup lama, sekitar empat jam Rawin baru bisa berhasil di netralisir dan diantar pulang ke rumah.
Tak seindah dan menyenangkan layaknya sebagai sebuah permainan, tidak juga bermanfaat layaknya sebagai pengetahuan, setelah kejadian itu ternyata tidak berhenti hanya sampai dibatas itu. Arwah yang mengaku temannya itu terus menghantui hingga sampai ia dirumah.
Pada suatu waktu ketika ia sedang duduk sendiri ia mendengar ada sebuah bisikan ditelinganya. Ia mengatakan bawa ia ada didalam dirinya. Setiap kata yang harus dijawab membuat dia komat kamit bicara sendiri seperti orang gila.
Entah apa yang dilakukan lagi oleh arwah temannya itu, semakin lama Rawinpun semakin larut dalam kejiwaan kacau yang dipengaruhi olehnya, hari-harinya ia hanya duduk diam seperti orang bego, kadang ngomong dan tersenyum sendiri.
Oleh keluarganya akhirnya dibawalah ke tempat rehabilitasi jiwa,
Rawin pergi bersama permainannya untuk selamanya. Permainan yang tidak sepantasnya untuk bermain-main, bermain dengan roh, jiwa yang telah masuk ke alam baka, dunia yang sudah berbeda dengan apa yang ada di dunia fana.
0 comments:
Post a Comment