Pilkades serempak 2019 terjadi juga di desaku. Dua periode berselang dengan kepala desa Amin faozan desa yang terletak di daerah terpencil dilereng Gunung Selamet memiliki masyarakat yang tentram, sejahtera dan aman. Pembangunan berjalan dengan cukup baik, rapi dan tidak neko-neko.
Tidak heran, kalau dia terpilih hingga sampai dua periode.
Program pemerintah yang mendukung infrastruktur menunjang program desa menjadi lebih lancar. Meski desa berada disebuah lereng gunung, terpencil dan udik, nyatanya sudah dipimpin oleh kepala desa, bukan kepala suku yang kedengarannya begitu terasing dan pinggiran, seperti suku-suku lain disana di belahan lain Indonesia.
Kalau dulu, dulu sekali, mungkin anak muda sekarang tidak mengalami, sekitar tahun 80an, desa Baseh memang tidak ubahnya sebuah suku yang gelap gulita. Tidak ada listrik, adanya listir, meski kata yang hampir sama, namun perbedaannya sangat jauh sekali. Kalau listrik berupa tegangan yang disalurkan dari kawat, tapi listir berupa tiupan bara yang disalurkan dengan kapuk (lilitan kapas).
Kalau pemantik api atau korek api buat nyumet bahan bakar latungnya habis, lengkap jadinya, persis seperti manusia purba, karena harus membuat api dengan cara ngagar, yaitu dengan menggesek-gesekan kawul pada sebilah bambu hingga panas dan mejadi bara.
Terakhir hal itu dilakukan oleh Almarhum Lasa, seorang pemuda unik di desa saat perlu api guna membakar ubi di gubuknya.
Saat pulang dari kota, diperbatasan desa (Dawuhan), semua harus turun dari mobil angkot yang bertuliskan, Powere Mobile, itupun hanya ada beberapa glintir jumlahnya yang dimiliki oleh saudagar kaya, Ny Ditem (mboke Kirsun) dan Sukatmo yang dua-duanya dari grumbul Karang Pelem.
Penumpang semuanya harus turun, memasang tambang dibemper mobil, lalu beramai-ramai menarik mobil, sebab, kalau tidak mobil akan terus kepater tidak bisa jalan karena medan jalan yang berlumpur seperti sawah yang sedang dibajak.
Begitulah Baseh tempo dulu, dengan masyarakat yang tetap bahagia dan tak pernah mengeluh. Mereka bangga dengan kepala desanya, saat itu adalah Pak Sumarto. Kenapa bangga? Yah, karena berkat pimpinannyalah apapun bentuk nya jalan itu ada. Karena sebelumnya, jangan kan dapat naik mobil, ingin bertamasya ke kota saja harus berjalan kaki lewat lemah mendek (gundukan tanah setapak) kadang-kadang mengayun diakar pohon seperti Tarsan bila perlu agar dapat melewati rintangan.
Pak Sumarto terus berjuang tidak mengenal lelah membela kemakmuran rakyat, karena keikhlasan pengabdiannya, rakyat Baseh tak pernah berpikir untuk menggantinya hingga benar-benar tua dan tidak mampu lagi bekerja.
Nyatanya, bersama rakyat bahu membahu perjuangan itu akhirnya terbukti jalan Desa Baseh akhirnya diaspal. Tidak terlewatkan, Lapangan Sepak Bola Baseh yang terisolir jauh di belakang desa dipindah ke depan dekat jalan raya yang sekarang.
Grumbul Rabuk tak kalah perhatiannya, di bawah pemerintahnyalah, pemuda Rabuk memiliki lapangan sepak bola sendiri. Yah, lapangan sekarang itu, konsep kerja yang diterapkan dalam pembuatan lapangan barang kali bisa dicontoh, yaitu digarap gotong- royong para warga, namun dengan kewajiban setiap KK bertanggung jawab beberapa meter yang telah ditentukan, dengan pembagian yang adil dan detil seperti itu, pekerjaan menjadi ringan dan tidak ada yang cemburu. Tak ada pilih kasih, semua warga sama dalam hak dan kewajiban sebagai masyarakat. Adakah konsep itu diterapkan, sekarang? boleh dicoba.
Ketidak cemburuan itu juga terjadi pada kepribadianya yang rendah hati, sebagai contoh, disaat kepala desa lain memakai jas safari sebagai jurang pemisah antara pimpinan dan rakyat, Lurah Marto, begitu sapaan akrabnya, malah bengkung sarung (mengikat sarung dipinggang), tak ada beda antara rakyat dan kepalanya.
Sampai sebuah kisah pernah terjadi, yaitu pada sebuah pertandingan sepak bola yang tegang antar desa di tingkat kecamatan, konon pada saat itu jadwal pertandingan dengan club sepak bola Baseh, kebetulan pak Lurah Marto yang bengkung sarung satu angkot dengan supporter pemain yang hendak melawan club sepak bola dari Baseh, mereka berbincang-bincang akan membantai beberapa nama supporter dari pihak Baseh, mereka tidak tahu bahwa orang berbengkung sarung yang duduk satu angkot itu adalah kepala desanya. Dan pada pertandingan yang rusuh tersebut mereka tak dapat menemui targetnya karena sudah disembunyikan oleh pak lurah.
Begitu, lurah Baseh, dulu.
Sebagai desa yang berjulukan, masyarakat desa hutan, adat-istiadat, norma, bahkan mistik dan klenik masih kental juga tersisa disana. Kepercayaan akan luhur, eyang mbah sing mbau rekso,kekuatan ghaib dan kekuatan-kekuatan alam lain membuat peristiwa-peristiwa yang terjadi di desa sering tidak luput dikaitkan dengan klenik-klenik tersebut.
Saya pernah dimarahi oleh mendiang Eyang Parsikun (Sesepuh Baseh dari grumbul Pondok lakah) hanya karena bersiul diantara padi yang sedang menguning. Menurutnya hasil panen yang jauh berkurang dibanding jaman gemien(dulu) disebabkan karena kecangkelan anak-anak generasi jaman sekarang (jaman saya).
Setiap tahun dulu desa Baseh ada acara ritual sedekah bumi, yaitu menyembelih kambing di perempatan jalan sebagai persembahan kepada bumi, khususnya bumi Baseh agar bebas dari segala bala dari kemarahan luhur yang mbahu rekso (menjaga) desa. Setelah kambing disembelih, lalu dimasak diperempatan, lalu masakan dibagikan ke warga dengan dibungkus daun jati, anda dapat merasakan rasa nikmat yang jauh antara daging yang dibungkus daun jati dengan daging yang dibungkus dengan bungkus masa kini, coba saja.
Sebagian masakan dipendam/dikubur dalam bumi. Sebagai symbol persembahan itu sendiri.
Bukan hanya makanan pokok, membuat snack pun tidak luput dari mitos, saat mengaduk jenang orang tidak boleh sembarang ngomong, ngobrol soal kacang saja, jenang yang dihasilkan nanti akan tidak halus atau akan membentuk butiran-butiran seperti kacang, misalnya. Benar tidaknya, anda buktikan saja sendiri, takut dikatakan cankel, hehe.
Tidak berhenti hingga jaman sekarang, sisa-sisa mitos juga tidak luput dari seputar pilkades. Dimalam hari H pilkades dilaksanakan nanti akan datang sinar putih yang melayang dari sudut langit desa Baseh entah dari sudut mana melesat terbang menuju rumah satu dari calon peserta pilkades. Sinar itu bernama , Ndaru. Konon rumah yang didatangi, disitulah calon kepala desa yang akan terpilih.
Bagi orang yang tahu tentang mitos itu, akan berjaga diluar rumah, hingga white light atau ndaru itu muncul untuk memastikan calon mana yang akan terpilih jadi kepala desa. Beleave it or not, bagi anda yang memilih tidak percaya, anda bisa mengamati siapa nanti orang yang rajin berjaga diluar rumah, hendaknya tidak usah dicurigai yang bukan-bukan, karena mungkin dia hanya ingin melihat indahnya cahaya ndaru yang masya Allah indahnya begitu mengharukan menurut mereka.
Menurut sumber mitos lain, Hadi Susilo sudah mengamati, setiap calon yang bakal menjadi kepala desa biasanya mendapat undian tempat duduk ditengah jika jumlah calon terdiri dari 3 orang. Percaya atau tidak, ini juga mitos, anda juga bisa membuktikannya nanti.
Maka dari itu, bagi calon yang jadi maupun yang gagal nanti juga merupakan takdir Illahi, yang disaksikan juga oleh leluhur dan kekuatan alam yang supra natural. Semua tidak dapat dipaksakan oleh manusia yang lemah. Lahaula walakuata Ilabillah.
Lihat, poto calon yang mau berlaga dalam pilkades 2019 desa Baseh. Kenapa mereka tetap tersenyum, bergandengan tangan, juguran sante bareng, semua memberikan pelajaran bagi masyarakatnya, bahkan tim sukses tidak perlu berkelahi apalagi gelut. Lihat itu, yang hendak kita pilih saja fine-fine aja, bergandengan tangan, begitu segar dipandang, nyata sekali keprofesionalan mereka bertanding, membuat rakyatpun tak terpancing, sampai-sampai pak Carik yang mengapit tidak sempat memberikan kode dengan gerak udek-udek tangannya kepada pemirsa karena keburu diblar oleh luhur karena mungkin dianggap vulgar. Ha ha...!
Padahal yang sebenarnya adalah kesalahan pak Carik sendiri dalam menggerakan tariannya terlalu cepat sehingga kamera tak mampu menyesuaikan distrosi geraknya dan alhasil pesan bahasa tubuhnya tidak bisa diterjemahkan, hingga biarlah menjadi misteri hanya pak Carik sendiri yang tahu, jika anda penasaran pun anda tidak sulit-sulit menanyakan langsung kepada beliau yang murah senyum dan tidak mahal informasi, apalagi ini menyangkut rakyat.
0 comments:
Post a Comment