Hingkik merupakan genus burung hantu.
Bunyinya yang seram ditengah malam membuat bulu kuduk merinding bagi yang
mendengarnya. Keseraman burung menjadi bertambah, ketika kicaunya kerap terdengar aktif, biasanya ditengarai
tidak lama lagi akan ada orang mati
disekitar lokasi.
Terlapas dari kebetulan atau tidak, tapi fakta yang sering
terjadi demikian adanya. Hal itu membuat masarakat menjadi percaya bahwa burung
tersebut saat berkicau tidak asal bunyi
begitu saja. Ada pesan mortal yang disampaikan kepada manusia akan terjadi dan
manusia sering tidak mau mengerti. Bahkan untuk mempercayainya adalah sebuah
dosa.
Jadi, siapa sebenarnya burung ini?
Beberapa orang percaya bahwa burung ini adalah bukan burung biasa, akan tetapi
tidak lebih dari penjelmaan sebuah setan. Ini berhubungan dengan
mitos yang berkembang . Anak-anak kecil menjadi takut saat burung
tersebut mengalunkan kicaunya dimalam yang sunyi.
Dibalik banyaknya pendapat sumbang
tentang burung hantu yang satu ini, pernah tersisa kisah mistis yang tidak dapat ku lupakan dalam memori
hidupku sejak aku masih kanak-kanak. Masih terngiang hingga sekarang. Kisah
tersebut adalah tentang kakeku yang
semasa hidupnya mengabdi menjadi seorang polisi desa di kampung. Dia
merupakan salah satu orang yang sangat disegani dan penuh wibawa.
Teman kakek, merupakan orang yang
tahu tentang kehidupannya semenjak beliau kecil hingga dewasa menceritakannya kepadaku, yaitu perihal
tentang kakek menjadi orang yang disegani dan penuh wibawa, hingga terpilih
menjadi polisi desa ternyata punya segelintir peristiwa yang mempunyai kaitan
dengan burung hantu hingkik tersebut.
Sebagai polisi desa dijaman tersebut,
undang-undang negara memberi hak otonomi untuk mengadili warga yang melanggar hukum dalam ruang
lingkup masarakat desa, baik bersumber
dari hukum adat hingga hukum pemerintahan sendiri. Mengingat daerah
masih jauh dari jangkauan polisi, dikarenakan keadaan medan dan akses jalan
yang belum dibangun dengan layak.
Aku yang waktu itu masih kecil
sering melihat sendiri kakek dan perangkat lain mengadili warga dibalai
kebaon, yaitu rumah kepala dusun sebagai gedung pengadilannya. Macam
pelanggaran hukum, seperti mencuri, perkelaian,
perselingkuhan dan pelanggaran warga desa yang masih bisa diadili dilingkup peraturan
desa tak luput dari tugas kakek.
Seringkali aku melihat kakek
dengan tegas dan wibawanya mengadili dua pihak yang berseteru, tak
jarang kakek marah, bahkan kakek sendiri terjun berkelahi. Semua dilakukan demi
tanggung jawabnya mengamankan desa sebagai polisi desa.
Kata teman kakek, semenjak
terpilihnya kakek menjadi polisi desa, kakek pernah menjalankan ritual yang
melibatkan hingkik, siburung hantu seram tersebut.
Bermula dari mitos, barang siapa yang
melakukan ritual tersebut, seseorang akan mendapat efek mempunyai wibawa yang
lebih dan membuat semua orang yang berhadapan menjadi segan, tidak macam-macam
dan takut untuk membangkang perintahnya. Hal itulah rupanya yang membuat kakek tertarik akan hak tersebut.
\
Inilah ritual yang dilakukan kakek.
Tepat pada malam Jum'at Kliwon, bertepatan juga burung hantu hingkik tengah
berbunyi, dimalam itulah kakek pergi mencari lokasi dimana hingkik itu
berbunyi.
Burung hingkik ditengarai suka
hinggap di puncak pohon yang tinggi dan besar, terutama pohon yang tumbuh di
kuburan. Disitulah, disatu dahannya dia bertengger sambil mengalunkan kicau
seramnya. Bunyi kicaunya seperti juga namanya, " Hing....kik, hing....kik,
hingkik !", begitu. Mendengar dari jauh, dikamar tidur di rumah saja sudah
merinding bulu kuduknya, tapi, kakek saya malah menghampirinya.
Ketika kakek menemukan lokasi hingkik
itu berada, di sebuah pohon tinggi besar, di kuburan, disitulah proses ritual
kakek dilakukan.
Dimalam nan sunyi dan angker itu
kakek berada tepat dibawah pohon tersebut, tujuannya adalah menunggu hingkik
berbunyi. Bertepatan hingkik berbunyi, kakek lalu menggigit pohon tersebut. Itu
adalah saratnya, sekaligus proses ritual. Bersama aturan lain yang sudah
ditentukan dan semua mantra yang sudah
beliau hapal, ritual pun dilakukan hingga selesai.
Suasana seram dan penampakan hantu yang datang akibat dari tingkah kakek adalah hanyalah
sebuah cobaan, yang mana jika mundur adalah gagal. Maka dari itu semua dihadapi
dengan pantang menyerah, apapun resikonya.
Begitu akhirnya kakek berhasil
melakukan ritualnya. Kakek memang tidak pernah menceritakan perihal itu secara
langsung kepadaku. Mungkin bagi kakek, itu bukanlah hal yang perlu, atau kakek
sengaja melakukannya karena tidak ingin generasi keturunannya meniru hal
seperti itu. Cukup dia seorang. Apalagi kala itu kakek tahu aku sudah sekolah,
ilmu pengetahuan lebih dibutuhkan dijaman modern daripada ilmu mistis yang
tidak dapat dibuktikan dengan ilmiah apapun.
Tapi, cerita teman kakek tetap saja
kuingat dalam memoriku. Meski aku tak percaya dengan hal-hal begituan, apa yang dilakukan kakek adalah bukti besarnya nyali dan tekad yang tidak
sembarang orang sanggup untuk melakukannya.
Bravo, kakek!